Rabu, 03 Juli 2013

ayat tentang masyarakat



Qw\T651y4858dhafjkghd  0651y4858dhafjkghd  0UGAS MAKALAH KARYA ILMIAH TAFSIR
AYAT TENTANG MASYARAKAT
QS. Al-Anfal (8) : 35


Logo-UIN-bw.png
 







DISUSUN OLEH :

 MURASALIM


JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr Wb
Dengan mengucapkan puji syukur dan segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga dapat diselesaikan makalah dengan judul ayat-ayat tentang masyarakat dengan lancar.
            Hasil makalah ini, di buat melalui proses panjang, dari memahami makna ayat dalam pembahasan tersebut secara teoritis yang telah penyusun tempuh melalui mencari serta membaca berbagai macam buku tafsir, kajian teori dari sumber-sumber informasi dari berbagai buku yang menjadi penunjang atau pegangan kami.
            Pembahasan ayat-ayat tentang masyarakat ini di fokuskan pada bidang kehidupan, dengan penyajian yang mencakup pokok bahasan dari ayat tersebut. Makalah ini semoga bermanfaat bagi mahasiswa agar dapat mendalam secara bertahap tentang makna yang terkandung dalam ayat tersebut (QS. Al-Anfal ayat 53).
            Dengan diselesaikannya makalah ini, diharapkan hasilnya dapat berguna (bermanfaat) bagi mahasiswa. Dan taklupa pula ucapan terimakasih ditujukan kepada dosen pembimbing (Hj. Aisyah Arsyad, S.Ag, MA) yang telah memberikan arahan  atau bimbingan demi terselesaikannya makalah karya ilmiah kami.
            Wassalamualaikum Wr. Wb.
                                                                                                                                                                                                                                    Samata, 24 Mei 2013

                                                                                                                                                                                                                                                Kelompok VII

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumus Masalah
BAB II PENJELASAN AYAT
A.    Teks dan Terjemahan Ayat
B.     Makna Mufradat
C.     Kaitan Ayat
D.    Kandungan Ayat
E.     Analisis / Pendapat / Pandangan
BAB III
A.    Apa makna mufradat dari (QS. Al-Anfal : 35) tersebut  ?
B.     Bagaimana penjelasan tentang keterkaitan dengan ayat lain ?
DAFTAR PUSTAKA





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Di jalan kehidupan bermasyarakat, tentunya perubahan kerap kali menjadi pelengkap hidup bagi umat manusia. Karena perubahan merupakan suatu hal yang sangat penting kaitannya dengan usaha manusia untuk memenuhu berbagai macam kebutuhan hidupnya. Namun demikian, perubahan yang terjadi pada hakikatnya merupakan kehendak Allah SWT dan tak lepas pula dengan niat dan usaha terlebih dahulu dari perbuatan.
Keinginan manusia untuk berubah, tanpa disertai doa dan usaha akan susah untuk mencapai keberlangsungan hidup sebagaimana yang diharapkannya. Namun realitasnya, kombinasi antara kepercayaan manusia mengenai perubahan yang tak lepas dari kehendak Allah dengan perananNya sendiri sebagai usaha yang akan menjalani perubahan tersebut karena mereka jadikan sebagai bentuk kombinasi. Yang erat kaitannya dari ke2 hal tersebut.
Niat atau keinginan untuk berubah selalu menjadi factor utama untuk mendapatkan apa yang manusia inginkan. Namun, dari niat tersebut sering hanya menjadi perantara semata yang begitu cepat pudar dari diri tersebut. Mengapa demikian? Karena rasa malas untuk berusaha dari merubah apa yang menjadi sasaran utamanyamenjadi factor penyebabnya. Sementara Allah SWT tidak akan mengubah suatu nikmat hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.
Perubahan yang berlangsung dalam kehidupan umat islam khususnya pada perubahan nikmat merupakan perubahan yang memerlukan usaha karena tidak akan terjadi perubahan jika hanya berbagai rayu tanpa tanpa melakukan sesuatu apapun, Allah SWT menginginkan sebuah nikmat dibalik usaha yang dilakukan oleh manusia itu sendiri.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa makna mufradat dari (QS. Al-Anfal 8 : 35) tersebut  ?
2.      Bagaimana penjelasan tentang keterkaitan dengan ayat lain  ?
BAB II
PENJELASAN AYAT
A.    Teks dan Terjemahan Ayat
y7Ï9ºsŒ  cr'Î/ ©!$# öNs9 à7tƒ #ZŽÉitóãB ºpyJ÷èÏoR $ygyJyè÷Rr& 4n?tã BQöqs% 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/   žcr&ur ©!$# ììÏJy ÒOŠÎ=tæ
“(siksaan) yang demikian itu adalah Karena Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang Telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui”

B.     Makna Mufradat
Ø  Kata (ذلِكَ)  yang demikian itu disiksa-Nya orang-orang kafir.
Ø  Kata(بِاَنَّ) disebabkan karena.[1]
Ø  Kata (لم يك) lam yaku/tidak akan pada mulanya berbunyi (لم يكن) lam yakun. Pengaruh huruf nun itu untuk mempersingkat, sekaligus mengisyaratkan bahwa peringatan dan nasehat yang dikandung ayat ini hendaknya segera disambut dan jangan diulur-ulur karena mengulur dan memperpanjang hanya mempercepat siksa. Demikian yang kesan yang diperoleh al-Biqa’i.[2]
Ø  Kata (نعمة) ni’mat dalah bentuk dari kata kerja (نعمه) na’imah, (ينعم) yan’imu,  (نعمة ومنعم) ni’matan wa man’ aman. Menurut Ibnu Faris, kata na’ima berakar pada huruf-huruf (نون) nun, (عين) ain, dan (ميم) mim. Yang mengandung makna pokok “kelapangan” dan “kehidupan yang baik”. Kata ini juga bermakna segala sesuatu yang deberikan seperti rezqi, harta atau lainnya”. Al-Asfahani menulis bahwa pengertian asal dari kata ni’mat adalah ‘kelebihan’ atau pertambahan, seperti ketika Anda yang tadinya tidak memiliki sesuatu kemudian memperoleh sesuatu itu. Inilah yang dimaksud dengan ‘penambahan’ atau ‘kelebihan’ jika dilahat dari Anda sebelumnya. Ini pula yang dinamai oleh bangsa agama sebagai ni’mat.
Ø  Penggunaan  kata (قوم) qaum/kaum juga menunjukkan bahwa hukum kemasyarakatan  ini tidak hanya tidak hanya berlaku bagi kaum muslimin atau satu suku, ras, dan penganut agama tertentu, tetapi ia berlaku umum, kapan, dan di mana pun itu berada.[3]
Ø  Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia memiliki sisi dalam yang dinamai (نفس) nafs/diri bentuk jamaknya (أنفس) anfus dan juga manusia mempunyai sisi luar yang dinamainya antara lain () jism/badan yang dijamak () ajsam. Sisi dalam tidak selalu sama dengan sisi luar.[4]
Ø  Kata (وَاَنَّ اللّهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ) dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. [5]




C.    Munasabah Ayat
1.      Dalam (QS. Ar-Ra’ad : 11) menjelaskan keterkaitan  ayat di atas tentang kata (لم يك) tidak akan.
¼çms9 ×M»t7Ée)yèãB .`ÏiB Èû÷üt/ Ïm÷ƒytƒ ô`ÏBur ¾ÏmÏÿù=yz ¼çmtRqÝàxÿøts ô`ÏB ̍øBr& «!$# 3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sŒÎ)ur yŠ#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß Ÿxsù ¨ŠttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `Ïi`B ¾ÏmÏRrߊ `ÏB @A#ur
“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.                                                                                                                 
(QS. Ar~Ra’ad:11)                                                                                      

Ayat ini serupa dengan firman-Nya: “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang terdapat pada suatu kaum/masyarakat sampai mereka mengubah apa yang terdapat dalam  diri mereka.”(QS. Ar-Ra’d (13) : 11)
Kedua ayat tersebut, ayat pembahasan ini dan ayat ar-Ra’d itu berbicara tentang perubahan, tetapi ayat pertama berbicara tentang perubahan nikmat, sedangkan ayat ar-Ra’d menggunakan kata (م) ma/apa sehingga mencakup perubahan apa pun, yakni baik dari nikmat/positif menuju nikmat murka Ilahi/negatif maupun dari negatif ke positif.
Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi menyangkut kedia ayat di atas berbicara  tentang perubahan sosial yang berbicara tentang hukum-hukum kemasyarakatan, bukan menyangkut orang per orang atau individu. Ini dipahami dari penggunaan kata kaum/masyarakat pada kedua ayat tersebut.
        Karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia saja. Memang, boleh saja perubahan bermula dari seseorang yang ketika ia melontarkan dan menyebarluaskan ide~idenya ia baru sendirian, tetapi perubahan baru terjdi bila ide yang disebarluaskannya menggelinding dalam masyarakat. Pola pikir dan sikap perorangan itu “menular” kepada masyarakat luas, sedikit demi sedikit, kemudian “mewabah” kepada masyarakat luas.[6]
2.      Dalam (QS. Maryam 19 : 95) dijelaskan keterkaitan tentang ayat di atas mengenai kata (قوم) kaum.
öNßg=ä.ur ÏmÏ?#uä tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# #·Šösù
“Dan setiap orang dari mereka akan datang kepada Allah sendiri-sediri pada Hari Kiamat.”

Karena ayat pembahasan tersebut berbicara tentang kaum, ini berarti bahwa ketetapan atau sunnahtullah yang dibicarakan ini berkaitan dengan duniawi, bukan ukhrawi. Hal ini mengantar kita berkata bahwa ada pertanggungjawaban yang bersifat pribadi, dan ini akan terjadi di akhirat kelak. Berdasrkan dalam (QS. Maryam : 95).
3.      Dalam (QS. al-anfal : 25) juga menjelaskan kaitan ayat tersebut mengenai kata (قوم) kaum.
(#qà)¨?$#ur ZpuZ÷FÏù žw ¨ûtùÅÁè? tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß öNä3YÏB Zp¢¹!%s{ ( (#þqßJn=÷æ$#ur žcr& ©!$# ߃Ïx© É>$s)Ïèø9$# 
hindarilah cobaan yang tidak hanya menimpa secara khusus orang-orang yang berlaku aniaya di antara kamu, dan ketahuilah bahwa sesunggunya Allah sangat pedih pembalasan-Nya” (QS. al-anfal : 25)
Ada juga tanggung jawab sosial yang bersifat kolektif. Sesuai dengan ayat di atas.
Rasul saw. Juga pernah ditanya: “apakah kita akan binasa, padahal orang-orang saleh/baik ada di tengah-tengah kita?” beliau menjawab singkat “Ya, kalau kebejatan telah merajalela!”.[7]
4.      Dalam (QS. al-Munafiqun : 4) dijelaskan mengeni kaitan ayat di atas dalam kata (نفس) nafs/diri.
 #sŒÎ)ur öNßgtF÷ƒr&u y7ç7Éf÷èè? öNßgãB$|¡ô_r& ( bÎ)ur (#qä9qà)tƒ ôìyJó¡n@ öNÏlÎ;öqs)Ï9 ( öNåk¨Xr(x. Ò=à±äz ×oy¨Z|¡B ( tbqç7|¡øts ¨@ä. >pysø|¹ öNÍköŽn=tã 4 ç/èf rßyèø9$# ÷Lèeöx÷n$$sù 4 ÞOßgn=tG»s% ª!$# ( 4¯Tr& tbqä3sù÷sム
“Apabila engkau melihat mereka, tubuh-tubuh mereka mengagumkanmu dan jika mereka bercakap, engkau mendengarkan percakapan mereka. Mereka seolah-oleh kayu yang tersandar, mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itu musuh maka waspadalah terhadap mereka”.
Adapun nafs atau sisi dalam manusia, ia mengandung dua hal pokok. Kalau kita ibaratkan nafs dengan suatu wadah, nafs adalah wadah besar yang di dalamnya ada kotak/wadah yang berisi segala sesuatu yang disadari oleh bawah sadar juga berada di dalam wadah nafs, tetapi diluar kotak qalbu. Al-Qur’an mengisyaratkan hakikat di atas dengan firman-Nya:
bÎ)ur öygøgrB ÉAöqs)ø9$$Î/ ¼çm¯RÎ*sù ãNn=÷ètƒ §ŽÅc£9$# s"÷zr&ur
“Jika engkau mengeraskan ucapan, maka sesungguhnya Dia (Allah) yang rahasia dan yang lebih tersembunyi” (QS. Thaha : 7).
Mengeraskan ucapan adalah salah satu aspek dari sisi luar manusia. Rahasia adalah sisi dalam manusia yang disadarinya. Adapun yang lebih tersembunyi adalah hal-hal yang telah dilupakan dan atau tidak diketahui lagi dan berada dalam bawah sadar manusia. Orang lain dapat mengetahui yang pertama saja, sedangkan yang bersangkutan dapat mengetahui dan menyadari yang pertama dan yang kedua, tidak yang ketiga. Hanya Allah yang mengetahui ketiganya. Dari sini dapat dipahami mengapa yang dituntut untuk dipertanggungjawabkan adalah isi qalbu bukan isi nafs. Dalam firman-Nya :
žw ãNä.äÏ{#xsムª!$# Èqøó¯=9$$Î/ þÎû öNä3ÏY»yJ÷ƒr& `Å3»s9ur Nä.äÏ{#xsム$oÿÏ3 ôMt6|¡x. öNä3ç/qè=è% 3 ª!$#ur îqàÿxî ×LìÎ=ym
“Allah menuntut tanggung jawab kamu menyangkut apa yang dilakukan oleh qalbu kamu”(QS. al-Baqarah : 225).
Dalam firman yang ini :
ö/ä3š/§ ÞOn=÷ær& $yJÎ/ Îû ö/ä3ÅqàÿçR 4 bÎ) (#qçRqä3s? tûüÅsÎ=»|¹ ¼çm¯RÎ*sù tb%Ÿ2 šúüÎ/º¨rF|Ï9 #Yqàÿxî
Tuhanmu lebih mengetahui tentang apa yang terdapat dalam nafs (sisi dalam kamu)” (QS. al-Isra’ : 25).
Jika demikian, tidak keliru jika dikatakan bahwa apa yang terdapat dalam masyarakat dalah cerminan dari sisi dalam masyarakat itu sendiri sehingga, jika mereka tidak senang terhadap sesuatu, mereka memiliki potensi untuk mengubahnya dan perubahan yang terjadi itu akan lahir sesiai dengan sisi dalam mereka, bukan sisi dalam seorang atau sekelompok kecil dari mereka.[8]

D.    Kandungan Ayat
Kejadian ini yaitu menyiksa orang-orang Quraisy adalah karena mereka mengingkari nikmat-nikmat Allah, ketika Allah mengutus seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan ayat ayatnya, lalu mereka mendustakan, bahkan mengusirnya dari negerinya, lalu memerangi secara bertubi-tubi. Allah menyiksa mereka karena dosa-dosanya. Yang demikian ini membuktikan Sunnatullah yang telah berlaku sejak duhulu. Allah tidak merubah suatu nukmat yang telah berlaku sejak dahulu. Allah tidak merubah suatu nikmat yang telah dianugrahkan-Nya kepadase suatu, sehinggah kaum itu mengubah apa yang ada pada diri merkasendiri. Ayat ini mengandung isyarat, bahwa nikmat-nikmat pemberian Allah itu yang diberikan kepada umat atau perorangan, selalu dikaitkan kelangsungannya dengan akhlak dan amal mereka mereka itu sendiri. Jika akhlak dan prbuatan mereka terpelihara baik, maka nikmat pemberian Allah itupun tetap berada pada bersama mereka dan tidak akan dicabut. Akan tetapi manakala mereka sudah merubah nikmat-nikmat itu yang berbentuk akidah, akhlak dan perbuatan baik, maka Allah ta’ala akan meroboh keadaan mereka dan akan dicabut nikmat pemberian-Nya dari mereka sehingga yang kaya jadi miskin yang mulia jadi hina dan yang kuat jadi lemah. Dan bukanlah sekali-kali kebahagiaan umat itu dikaitkan dengan kekayaan atau jumlah bilangan yang banyak seperti disangka oleh sebagian besar kaum musyrikin yang diceritakan oleh Allah dengan mengubah. [9]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kandungan ayat di atas dapat disimpulakan bahwa, sedangkan masih di dunia tidak ada kekuatan kita buat menangkis kekuatan Tuhan, apalagi jika datang azab-Nya di akhirat, ke mana kita akan menyembunyikan diri ? maka ada usaha dalam kehidupan ini. Sebab yang akan kita dapati di akahirat kelak, entah ganjaran mulia di syurga, entah bakaran api di jahannam, semuanya bergantung kepada jalan yang kita pilih sekarang.
Yang demikian itu, (ialah) karena Allah tidak akan merubah suatu nikmat yang telah dinikmatiNya kepada suatu kaum, sehingga mereka berubah apa yang ada pada diti mereka masing-masing.”
Artinya di dalam ayat ini iyalah bahwa kaum Quraisy telah mendapat nikmat yang demikian besatnya dari  pada Tuhan. Sejak zaman nenek-moyang mereka Nabi Ibrahim, negara Makkah telah menjadi pusat peribadatan seluruh kabila-kabilah Arab. Meskipun tanah mereka tandus dan kering, namun mereka tidak pernah kekurangan makan, sebab bertimbun-timbun makanan yang dibawa orang ke sana dari daerah luar.



B. Saran
Dengan adanya makalah ini semoga kita semua  dapat memahami betul akan makna ayat (Q.s Al-Anfal ayat 53). Kami berharap, apa yang manjadi pejelasan dalam makalah ini kemudian menjadi tambahan ilmu bagi pembaca agar kita semakin termotivasi  untuk dapat mengkaji makna ayat lain dalam AL-Qur’an  .
  Kami menyadari makalah ini adalah sebuah karya yang masih mempunyai banyak kekurangan, dan masih perlu banyak perbaikan, oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pihak pembaca sebagai bentuk dukungan untuk perbaikan di lain kesempatan. Terima kasih yang sebanyak-banyaknya terhadap perhatian dan permohonan maaf atas segala kekurangan yang disengaja ataupun tidak disengaja. Semoga makalah ini dapat memicu kita semua untuk dapat menjadi pengkaji tafsir di hari depan .



















DAFTAR PUSTAKA
v  Al-Mahalli, Imam jalaluddin dan As-Suyuti, Imam Jalaluddin. 2010. Tafsir Jalalain(Jilid2). Bandung: Sinar Baru Algensindo.
v  Shihab, M. Quraish. 2009. Tafsir Al-Mishbah (Jilid1), Jakarta pusat: Lentera Hati.
v  Universitas Islam Indonesia.  Al Qur’an dan Tafsirnya,Yogyakarta, PT. Dana Bhati Wakaf.


[1] Al-Mahalli, Imam jalaluddin dan As-Suyuti, Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalain (Bandung : Sinar Baru Algensindo,2010), hlm
[2] Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah, (Jakarta pusat : Lentera Hati, 2009), hlm. 570
[3] Ibid., 571
[4] Ibid., 572
[5] Al-Mahalli, Imam jalaluddin dan As-Suyuti, Imam Jalaluddin, loc.cit.
[6] Shihab, M. Quraish, op.cit. hlm. 570
[7]Shihab, M. Quraish, op.cit. hlm. 571
[8] Shihab, M. Quraish, op.cit. hlm. 572
[9] Universitas Islam Indonesia, Al Qur’an dan Tafsirnya,(Yogyakarta, PT. Dana Bhati Wakaf),hlm. 19.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar