2012 PENGARUH AKIDAH DALAM KEHIDUPAN
Oleh: Drs. H. Syamsyul Arifin Nababan
Salah satu elemen penting dalam ajaran Islam
adalah akidah. Ajaran ini merupakan persoalan mendasar yang harus diyakini
seorang Muslim sebelum ajaran-ajaran lainnya. Ibarat tali kekang, akidah
mengendalikan seorang Muslim agar tidak berjalan tanpa arah yang jelas.
Sebaliknya, akidah akan mengarahkan seorang Muslim menuju satu tujuan yang
dicita-citakan. Terminal dari akidah adalah kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tidak hanya ajaran yang bersifat normatif, akidah juga memberikan efek positif
dalam kehidupan seorang Muslim. Oleh sebab itu, tulisan ini menguraikan
bagaimana akidah memberi pengaruh dalam kehidupan seorang Muslim.
Pengertian Akidah
Secara bahasa aqidah berasal dari kata aqdun
- aqo'id yang berarti aqad atau ikatan. Maksudnya yaitu ikatan yang
mengikat manusia dengan aturan-aturan Allah Swt dan nilai-nilai Islam.
Sedangkan secara istilah aqidah adalah sesuatu yang
wajib diyakini atau diimani tanpa keraguan, diikrarkan dengan lisan, dan
diwujudkan dalam amal perbuatan sehari-hari. Aqidah merupakan motor
penggerak dan otak dalam kehidupan manusia. Apabila terjadi sedikit
penyimpangan padanya, maka menimbulkan penyelewengan dari jalan yang lurus pada
gerakan dan langkah yang dihasilkan.
Aqidah bagaikan pondasi bangunan. Aqidah
harus dirancang dan dibangun terlebih dahulu sebelum merancang dan membangun
bagian yang lain. Kualitas pondasi yang dibangun akan berpengaruh terhadap
kualitas bangunan yang ditegakkan. Bangunan yang ingin dibangun itu sendiri
adalah Islam yang sempurna (kamil), menyeluruh (syamil),
dan benar (shahih). Aqidah merupakan
misi dakwah yang dibawa oleh Rasul Allah Swt yang pertama sampai dengan yang
terakhir. Aqidah tidak berubah-ubah karena pergantian zaman dan
tempat, atau karena perbedaan golongan atau masyarakat. Allah berfirman dalam
Surah Asy Syura/ 42: 13 sebagai berikut:
شَرَعَ
لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ
وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ
وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ
اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ (13
"Dia (Allah) telah mensyariatkan
kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim,
Musa, dan Isa yaitu tegakkanlah agama (keimanan dan ketaqwaan) dan
janganlah kamu berselisih di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik
(untuk mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang
yang Ia kehendaki kepada agama tauhid dan memberi petujuk kepada (agama)-Nya
bagi orang yang kembali (kepada-Nya)". (Q.S. Asy Syura [42]: 13 )
Ada beberapa istilah yang kelihatannya sama,
namun sesungguhnya secara khusus berbeda dengan akidah, yaitu; tauhid dan iman.
Secara istilah keduanya dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tauhid
Tauhid diperlukan dalam memahami aqidah.
Kata tauhid berasal dari kata wahhada yang
berarti menjadikan satu. Tauhidullah -atau upaya mentauhidkan Allah
Swt- merupakan dasar iman kepada Allah Swt. Setiap Muslim wajib menghayati
hakikat tauhid yang diperintahkan Allah Swt. karena hal itu merupakan landasan
agama-Nya. Penerimaan tauhid menjadi penyebab keselamatan hidup
manusia di dunia dan di akhirat dan mendapatkan imbalan surga.
Ada tiga klasifikasi tauhid yang harus diyakini dan dimiliki oleh seorang
Muslim yaitu:a. Tauhid Rububiyah
Tauhid Rububiyah ialah keyakinan bahwa
Allah Swt. satu-satunya pencipta, pemilik, pengatur, pemelihara, dan penguasa
seluruh urusan makhluk dan alam, baik dalam menghidupkan, mematikan serta
urusan taqdir dan hukum alam lainnya. Konsekuensinya adalah adanya kerelaan
untuk mau diatur oleh Allah Swt dalam seluruh aspek kehidupan.
Pada hakekatnya Tauhid Rububiyah
menuntut adanya Tauhid Uluhiyah. Keyakinan terhadap Tauhid
Rububiyah saja dan bahkan sengaja membuat aturan menentang serta membuat
tandingan selain Allah Swt., mengakibatkan tauhid ini tidak memberi
manfaat sedikitpun. Bahkan hal itu akan mengantarkan seseorang pada
wilayah kemusyrikan. Allah berfirman dalam Surah Yunus/ 10: 106 sebagai
berikut:
وَلَا
تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ
فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ (106
"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa
yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain
Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu
kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim." (Q.S. Yunus [10]: 106)
b. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah ialah keyakinan bahwa
Allah Swt adalah satu-satunya yang disembah, mengesakan Allah swt dalam
peribadatan, penghambaan, kepatuhan, kecintaan, ketakutan, dan ketaatan secara
mutlak. Tidak menghambakan diri kepada selain Allah Swt dan tidak pula
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain.
c. Tauhid Asma' Wa Sifat
Tauhid Asma' Wa Sifat ialah keyakinan
bahwa Allah Swt memiliki 99 asmaul husna (nama-nama dan sifat-sifat
yang agung) yang tidak dimiliki oleh selain-Nya. Laysa kamitslihi syay-un,
tidak ada sesuatupun yang memiliki-Nya dan menyerupai-Nya.
2. Iman
Hakikat iman menurut ulama Ahlu
Sunnah iman bermakna mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati,
dan mengerjakan dengan anggota badan. Ketiga hal ini merupakan pengertian iman.
Satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Iman adalah keyakinan
sekaligus amal. Uyainah berkata tentang iman, "Al iman, qaulun wa 'amalun,
yazidu wa yanqush". Artinya: Iman adalah ucapan dan perbuatan,
kadang meningkat dan kadang menurun.
Iman bukanlah angan-angan, melainkan apa yang
tertanam dan menghujam di dalam sanubari serta dibenarkan oleh amal perbuatan. Iman
bukan semata-mata teori, sebagai konsumsi otak, yang sinarnya tidak sampai
menembus hati dan tidak dapat menggerakkan iradah (keinginan). Iman
juga bukan sesuatu yang menjejali ingatan dengan istilah-istilah seperti: rabb,
ilah, dien, ibadah, tauhid, thagut, dan sebagainya, lalu merasa bangga dan
hebat karena sudah menguasai artinya. Hampir semua nash Al-Quran dan hadits
selalu mengaitkan keimanan dengan amal. Allah berfirman dalam Surah Al-Ashr/
103: 3 sebagai berikut:
إِلَّا
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ (3
"Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran." (Q.S. Al-Ashr [103]: 3)
Dari Anas bin Malik berkata Rasulullah Saw: Tiga golongan yang merasakan
manisnya iman :- Mencintai Allah dan rasul-Nya, melebihi dari kecintaan kepada yang lainnya,
- Mencintai orang lain hanya karena Allah Swt., dan
- Merasa benci kembali kepada kekufuran setelah diselamatkan Allah Swt., sebagaimana ia benci jika dilemparkan ke dalam Neraka". (HR. Bukhari-Muslim)
Imam Syahid Hasan Al Banna berkata: "Datangkanlah
kepadaku 12 ribu orang yang benar-benar beriman, agar ku tundukkan pegunungan,
ku belah samudera dan lautan, dan ku buka negeri-negeri bersama mereka".
Keimanan merupakan motivator manusia untuk melakukan perbuatan. Baik buruknya
manusia tergantung pada baik buruknya keimanan. Kondisi iman yang buruk akan
menghasilkan perbuatan yang buruk. Kondisi iman yang baik akan melahirkan
perbuatan yang baik pula. Islam adalah agama yang berintikan keimanan dan
perbuatan (amal). Keimanan itu merupakan akidah yang pokok. Amal itu merupakan
syariat dan cabang-cabangnya dianggap sebagai buah yang keluar dari keimanan
serta akidah itu. Keimanan dan amal adalah akidah dan syariat, keduanya sambung
menyambung, tidak dapat berpisah satu dengan yang lain. Keduanya seperti buah
dengan pohonnya, seperti musabab dengan sabab-nya atau
seperti natijah (hasil) dengan mukadimah (pendahuluannya).
Perlu dipahami bahwa dakwah Rasulullah Saw.
selama di Mekkah ditujukan untuk menguatkan akidah. Ini menghasilkan kualitas
keimanan yang sempurna yang ditunjukan oleh rasulul dan para sahabat. Pada saat
itu, belum diturunkan aturan hukum-hukum lain yang mengatur kehidupan pribadi
dan bermasyarakat, seperti mu'amalah, puasa dan sebagainya. Bahkan
salat pun diturunkan Allah Swt.kepada Rasul Saw. menjelang hijrah ke
Madinah. Disini disadari bahwa peranan aqidah sangat penting dalam pembinaan
manusia dan masyarakat. Benar bahwa Rasul Saw. diutus untuk menyempurnakan
akhlak manusia, tetapi akhlak yang sempurna ini tidak akan dapat terwujud tanpa
disandarkan pada landasan aqidah yang mantap. Bila aqidah
sudah dapat diwujudkan dalam amal, maka dengan otomatis akhlak manusia pun akan
dapat mengikutinya.
Salah satu hal yang harus diketahui dalam
mengkaji aqidah adalah melakukan reinterpretasi terhadap makna syahadah.
Syahadah sendiri merupakan salah satu bagian dari rukun iman, bahkan
merupakan rukun iman yang pertama. Syahadah menempati kedudukan
utama sebagai awal keislaman dan keimanan seseorang. Mengucapkan kalimat
tersebut menjadikan seseorang sebagai Muslim dan mempunyai kewajiban-kewajiban
yang sama dengan Muslim lainnya. Syahadah merupakan pembatas (border)
antara domain (wilayah) jahiliyah dengan domain
Islam. Bila seseorang tidak menganut Islam walaupun ia berpendidikan atau
mempunyai kedudukan tinggi, tetap saja orang tersebut tergolong dalam domain
jahiliyah. Sementara itu, bila seseorang telah berislam/ ber-syahadah
walaupun dia seorang yang miskin dan tidak punya apa-apa, tidak berkuasa dan
tidak berkedudukan, tetap saja dia mempunyai nilai yang terhormat di sisi Allah
Swt. Pada konteks ini Rasulullah Saw. bersabda, " Siapa saja yang
dalam hidupnya pernah mengucapkan syahadah maka dia akan dimasukkan dalam
surga".
Syahadah terdiri dari dua kategori,
yaitu; syahadah tauhid dan syahadah Rasul. Syahadah
tauhid mengesakan Allah Swt. sebagai satu-satunya Tuhan dan tidak ada
tuhan lain yang menyamai-Nya. Sementara syahadah Rasul berarti
mengimani Muhammad sebagai utusan Allah. Sedikitnya ada tiga makna yang harus
dipahami dalam syahadah yaitu:
1. Tasdiiqun bil qolbi
Yaitu syahadah yang harus dibenarkan
dalam hati. Bila unsur ini tidak dimiliki maka keraguan Islam akan muncul.
Unsur ini merupakan nilai terpenting dalam keimanan seseorang. Ada seorang
sahabat Rasulullah yang bernama Amer bin Yassar. Ia dikisahkan memiliki
keteguhan iman luar biasa sehingga harus disiksa oleh kaum kafir Quraisy
kemudian secara tidak sadar mengungkapkan kata-kata kekufuran karena kerasnya
siksaan yang datang kepadanya. Akhirnya hal itu diketahui oleh Rasullullah.
Beliau membolehkannya selama hatinya tidak membenarkannya. Ini membuktikan keimanan
itu harus ada di dalam qalbu seorang Muslim.
2. Iqroorun bil lisan
Yaitu syahadah yang harus diucapkan atau
diumumkan melalui lisan/ ucapan. Syahadah ini menuntut pembuktian secara nyata
tentang keislaman kita kepada orang lain. Makanya bagi orang yang masuk Islam,
langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan mengucapkan syahadah
ini. Setelah itu ia berhak menyandang gelar Muslim dan mempunyai kewajiban yang
sama dengan Muslim lainnya. Dengan syahadah ini, akan nampak perbedaan antara seorang
Muslim dengan non Muslim.
3. Amalun bil arkan
Syahadah ini mengharuskan setiap Muslim
mengaplikasikan syahadahnya dengan amal ibadah secara nyata. Syahadah bukan
sekadar diucapkan dan dibenarkan oleh hati tapi sampai tingkat pelaksanaan
hukum-hukum Allah baik berupa larangan maupun perintah-Nya. Oleh sebab itu,
bukan seorang Muslim yang benar jika ia hanya sekadar bersyahadah saja, namun
ia tidak beribadah sesuai perintah Allah Swt. Pada tingkatan inilah seseorang
dinilai sebagai Muslim sejati atau tidak.
Persoalan selanjutnya adalah, bagaimana akidah
memberi pengaruh dalam kehidupan seorang Muslim? Berikut ini penulis uraikan
bagaimana akidah menjadi bingkai sekaligus kendali dalam setiap perilaku kaum
Muslim.
Pertama, berpandangan
luas. Menurut al-Maududi, orang yang memiliki aqidah benar tidak
mungkin mempunyai pandangan yang sempit karena dia percaya kepada Yang
Menciptakan langit dan bumi, Pemilik alam semesta, Pemilik barat dan timur,
Pemberi rezeki dan Pendidik makhluk. Dia tidak akan menemui sesuatu yang
ganjil dalam alam ini karena segala sesuatu yang ada di dalamnya adalah milik
Allah Swt. Tidak ada sesuatu pun dalam alam ini yang dapat menghalangi
dan membatasi rasa cintanya dan kecenderungannya untuk memberi pertolongan
kepada sesama manusia. Bagaimanapun pandangan seperti ini tidak mungkin ada
pada orang yang menganut politeisme. Paham ini meyakini bahwa Allah Swt.
mempunyai sifat serba kekurangan dan terbatas seperti manusia.
Kedua, melahirkan rasa bangga dan
harga diri. Orang yang memiliki aqidah benar akan merasa bangga
sebagai manusia dan mempunyai harga diri. Dia mengetahui Allah adalah
Pemilik sebenarnya dari segala kekuatan yang ada dalam alam ini, tidak ada yang
memberi manfaat dan mudarat kecuali Allah, tidak ada yang menghidup dan mematikan
kecuali Allah serta tidak ada yang memiliki hukum, kekuasaan dan kedaulatan
kecuali Allah. Oleh karena itu, keimanannya kepada Allah menyebabkan dia tidak
berhajat kepada yang lain kecuali kepada Allah. Tercabut dari dalam
hatinya rasa takut kepada yang lain kecuali kepada Allah. Dia tidak
menundukkan kepalanya di hadapan makhluk, tidak merendahkan diri dan mengemis
kepada manusia dan tidak gentar dengan kesombongan dan kebesaran manusia.
Ketiga, rendah hati kepada sesama
manusia. Orang yang akidahnya benar tidak mungkin menjadi angkuh, tidak
mensyukuri nikmat dan tidak terpedaya dengan kekuatan dan kemahiran yang
dimilikinya. Karena dia tahu dan yakin semua itu adalah karunia Allah
kepadanya. Malah dia sadar Allah berkuasa mengambilnya kembali apabila
Dia menghendaki. Manusia yang akidahnya tidak benar akan mengingkari nikmat,
menyombongkan diri dan mengangkat kepala apabila memperolehi nikmat. Ia
menganggap nikmat itu hasil usaha dan kecakapannya.
Keempat, jiwa
yang bersih dan beramal saleh. Orang yang berakidah secara benar yakin bahwa
tidak ada jalan untuk mencapai keselamatan dan keuntungan kecuali dengan jiwa
yang bersih dan beramal saleh. Kesadaran itu timbul karena dia beriman
kepada Allah yang Maha Kaya dan Maha Adil, bergantung harap segala sesuatu
kepada-Nya. Sebaliknya orang yang musyrik dan kafir menghabiskan masa hidup
mereka untuk angan-angan palsu. Di antara mereka ada yang berkata: "Sesungguhnya
anak Allah telah menjadi penebusan dosa-dosa kita kepada Bapanya." Ada
juga yang berkata: "Kami adalah putera Allah dan kekasihnya, maka Ia
tidak akan menyiksa kami karena dosa kami." Ada juga yang berkata: "Kami
akan meminta syafaat pada sisi Allah kepada pembesar kami dan orang yang
bertaqwa di kalangan kami." Ada juga di kalangan mereka yang
mempersembahkan nazar dan korban kepada tuhan mereka dan menganggap dengan cara
demikian mereka telah mendapat izin untuk berbuat sekehendak hati mereka.
Kelima, tidak
berputus asa dan hilang harapan. Orang yang akidahnya benar tidak mudah
dihinggapi rasa putus asa dan hilang harapan dalam setiap keadaan. lman
memberikan ketenteraman yang luar biasa pada hatinya. lman mengisi hatinya
dengan ketenangan dan harapan meskipun dia dihina di dunia dan diusir dari
semua pintu kehidupan sehingga kelihatan jalan hidupnya sempit dan seluruh
saluran materi terputus darinya. Dia yakin Allah tidak pernah terlena dan
tidak membiarkan hidupnya terlantar. Oleh karena itu, ia senantiasa
mencurahkan tenaganya dengan bertawakkal kepada Allah dan meminta pertolongan
daripada-Nya dalam semua urusan. Ketenteraman hati dan ketenangan iiwa seperti
ini tidak mungkin dimiliki kecuali dengan aqidah. Orang kafir, musyrik
dan mulhid (atheis) mempunyai hati yang lemah. Mereka bersandar kepada
kekuatan yang terbatas. Maka alangkah cepatnya mereka dihinggapi rasa
putus asa ketika menghadapi kesukaran. Kadangkala menyebabkan mereka
membunuh diri mereka sendiri.
Keenam, memiliki
hati dan pendirian yang teguh. Akidah yang benar mendidik manusia dengan
kekuatan yang besar, bulat, tekad, berani, sabar, tabah dan tawakkal ketika
menghadapi perkara besar di dunia demi mengharapkan keridhaan Allah. Dia
yakin kekuatan Allah yang memiliki langit dan bumi menyokongnya dan
membimbingnya dalam setiap aspek kehidupan. Oleh karena itu, hatinya menjadi
lebih teguh, dan tabah. Hampir tidak ada suatu musibah dalam dunia yang dapat
melawan tekad yang telah dibuatnya.
Ketujuh, berani
dan tabah. Akidah yang benar akan menjadikan manusia
berani dan mengisi hatinya dengan ketabahan. Ada dua perkara yang menjadikan
seseorang manusia itu pengecut dan lemah semangat. Pertama,
cinta pada diri, harta dan keluarganya. Kedua, percaya bahwa ada
yang lain selain Allah yang dapat mematikan manusia dan dia tidak dapat menolak
kematian itu dengan beragam tipu daya. Akidah yang benar dapat mencabut kedua
persoalan itu dari hati manusia dan sekaligus membersihkannya. lman dapat
mencabut yang pertama dengan menjadikan dia yakin bahwa Allah adalah
satu-satunya Pemilik diri, harta dan keluarganya. lman menjadikan dia sedia
berkorban untuk jalan dan keridhaan Allah. Dia rela berkorban dengan
segala sesuatu yang ada padanya dengan sesuatu yang mahal maupun murah. lman
juga dapat mencabut persoalan kedua dengan menanamkan ke dalam iiwa
manusia bahwa tidak ada seorang manusia atau seekor binatang pun yang dapat
merampas hidupnya.
Kedelapan, menjauhi perbuatan
hina. Iman kepada Allah mengangkat derajat manusia dan menimbulkan dalam
dirinya sifat menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat merendahkan
martabatnya. Dia juga merasa cukup dengan apa yang ada dan tidak
memerlukan pemberian orang, menyucikan hatinya dari sifat tamak, rakus, dengki,
rendah diri dan segala sifat buruk serta kecenderungan yang hina. Tidak
terlintas dalam hatinya memilih jalan yang keji untuk mencapai kejayaan karena
dia yakin rezeki berada di tangan Allah. Dia yakin Allah melimpahkan
rezeki kepada orang yang dikehendaki-Nya dan menentukan kepada orang yang
dikehendaki-Nya. Tidak ada kemuliaan, kekuatan, kemasyhuran, kekuasaan,
pengaruh dan kemenangan melainkan di tangan Allah. Manusia wajib berusaha
dengan cara yang mulia menurut kemampuannya. Kejayaan atau kegagalan
bergantung kepada Allah. Tidak ada yang dapat menahan apa yang diberi-Nya
dan tidak ada yang dapat memberi apa yang ditahan-Nya.
Sembilan, terikat
dan patuh pada peraturan Allah. Akidah yang benar akan menjadikan manusia
terikat dan patuh pada undang-undang Allah. Orang yang beriman yakin
bahwa Allah mengetahui segala sesuatu. Allah lebih dekat kepada diri
mereka daripada urat leher mereka sendiri. Orang beriman yakin apabila mereka
melakukan sesuatu perbuatan di dalam gelap ataupun terang, Allah tetap
mengetahui. Apabila terlintas dalam hatinya sesuatu yang tidak baik,
Allah tetap mengetahui. Walaupun dia dapat menyembunyikan perbuatannya
daripada orang lain, dia tidak dapat menyembunyikannya dari Allah.
Walaupun dia dapat melepaskan dirinya dari berbagai kekuatan, dia tidak dapat
melepaskan dirinya dari Allah. Semakin kukuh akidah ini melekat dalam
jiwa seseorang, semakin tekun ia mengikuti hukum Allah dan menjauhi
larangan-Nya. Ia bergegas menuju kebajikan dan mengerjakan apa yang diperintah
oleh Allah dimanapun berada. Di hadapan matanya senantiasa terbayang
pengadilan tinggi dan tidak ada orang yang dapat melepaskan diri daripada
pemeriksaan-Nya.
Penutup
Akidah adalah sumber energi jiwa yang senantiasa
memberikan kita kekuatan untuk bergerak menyemai kebaikan, kebenaran dan
keindahan dalam zaman kehidupan. Atau bergerak mencegah kejahatan, kebatilan
dan kerusakan dipermukaan bumi. Akidah adalah gelora yang memberi inspirasi
kepada pikiran-pikiran kita untuk mempertajam bashirah (mata batin).
Akidah adalah cahaya yang menerangi dan melapangkan jiwa kita untuk "taqwa".
Akidah adalah bekal yang menjalar di seluruh bagian tubuh kita untuk
melahirkan "harakah". Akidah menentramkan perasaan,
menguatkan tekad dan menggerakkan raga kita. Akidah mengubah individu menjadi
baik, dan kebaikan individu menjalar dalam kehidupan masyarakat, maka
masyarakat menjadi erat dan dekat. Dengan akidah, yang kaya diantara
mereka menjadi dermawan, yang miskin diantara mereka adalah "iffah"
(menjaga kehormatan dan harga diri), yang berkuasa diantara mereka adalah adil,
yang ulama diantara mereka adalah taqwa, yang kuat diantara mereka adalah
penyayang, yang pintar diantara mereka adalah rendah hati, yang bodoh diantara
mereka adalah pembelajar.
SUMBER BACAAN
Al-Math, Muhammad, Faiz. 1100 Hadits Terpilih; Sinar Ajaran Baru Muhammad. Jakarta: Gema Insani Press, 1991.
Audah, Ali. Konkordansi al-Qur'an; Panduan Kata dalam Mencari Ayat al-Qur'an. Bandung: Mizan, 1997.
Al-Bukhari, Muhammad Ismail. Shahih al-Bukhari. T.Tp: Dar wa Mathabi' al-Syab, T.Th.
Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: 1994.
Ghazali, Muhammad. Akhlak Seorang Muslim, (terj. & edit.). Moh. Rifai dari judul asli Khuluq al-Muslim. Semarang: Wicaksana, 1993.
Kurdi, M. Amin. Tanwir al-Qulub Fi Mualati Alam al-Ghuyub. Beirut: Dar al Fikr, tt.
Majah, Ibnu. Sunan Ibnu Majah. Beirut: Dar al Fikr, t.t.
Muslim, Ibn Hajjaj. Shahih Muslim. Kairo: al-Halabi wa Auladuh, T.Th.
Tibi, Bassam. The Challenge of Fundamentalism; Political Islam and the New World Disorder. California: University of California Press, 1998.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar