Qw\T651y4858dhafjkghd 0651y4858dhafjkghd 0UGAS MAKALAH KARYA ILMIAH TAFSIR
AYAT TENTANG MASYARAKAT
QS. Al-Anfal (8) : 35
![]() |
DISUSUN
OLEH :
MURASALIM
JURUSAN
SOSIOLOGI AGAMA
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2013
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr Wb
Dengan
mengucapkan puji syukur dan segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya, sehingga dapat diselesaikan makalah dengan judul ayat-ayat
tentang masyarakat dengan lancar.
Hasil makalah ini, di buat melalui
proses panjang, dari memahami makna ayat dalam pembahasan tersebut secara
teoritis yang telah penyusun tempuh melalui mencari serta membaca berbagai
macam buku tafsir, kajian teori dari sumber-sumber informasi dari berbagai buku
yang menjadi penunjang atau pegangan kami.
Pembahasan ayat-ayat tentang
masyarakat ini di fokuskan pada bidang kehidupan, dengan penyajian yang
mencakup pokok bahasan dari ayat tersebut. Makalah ini semoga bermanfaat bagi
mahasiswa agar dapat mendalam secara bertahap tentang makna yang terkandung
dalam ayat tersebut (QS. Al-Anfal ayat 53).
Dengan diselesaikannya makalah ini,
diharapkan hasilnya dapat berguna (bermanfaat) bagi mahasiswa. Dan taklupa pula
ucapan terimakasih ditujukan kepada dosen pembimbing (Hj. Aisyah Arsyad, S.Ag,
MA) yang telah memberikan arahan atau
bimbingan demi terselesaikannya makalah karya ilmiah kami.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Samata,
24 Mei 2013
Kelompok
VII
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumus Masalah
BAB
II PENJELASAN AYAT
A. Teks dan Terjemahan Ayat
B. Makna Mufradat
C. Kaitan Ayat
D. Kandungan Ayat
E. Analisis / Pendapat / Pandangan
BAB
III
A.
Apa makna
mufradat dari (QS. Al-Anfal : 35) tersebut ?
B.
Bagaimana penjelasan
tentang keterkaitan dengan ayat lain ?
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di jalan kehidupan
bermasyarakat, tentunya perubahan kerap kali menjadi pelengkap hidup bagi umat
manusia. Karena perubahan merupakan suatu hal yang sangat penting kaitannya
dengan usaha manusia untuk memenuhu berbagai macam kebutuhan hidupnya. Namun
demikian, perubahan yang terjadi pada hakikatnya merupakan kehendak Allah SWT
dan tak lepas pula dengan niat dan usaha terlebih dahulu dari perbuatan.
Keinginan manusia
untuk berubah, tanpa disertai doa dan usaha akan susah untuk mencapai
keberlangsungan hidup sebagaimana yang diharapkannya. Namun realitasnya,
kombinasi antara kepercayaan manusia mengenai perubahan yang tak lepas dari
kehendak Allah dengan perananNya sendiri sebagai usaha yang akan menjalani
perubahan tersebut karena mereka jadikan sebagai bentuk kombinasi. Yang erat
kaitannya dari ke2 hal tersebut.
Niat atau keinginan untuk
berubah selalu menjadi factor utama untuk mendapatkan apa yang manusia
inginkan. Namun, dari niat tersebut sering hanya menjadi perantara semata yang
begitu cepat pudar dari diri tersebut. Mengapa demikian? Karena rasa malas
untuk berusaha dari merubah apa yang menjadi sasaran utamanyamenjadi factor
penyebabnya. Sementara Allah SWT tidak akan mengubah suatu nikmat hingga kaum
itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri.
Perubahan yang
berlangsung dalam kehidupan umat islam khususnya pada perubahan nikmat
merupakan perubahan yang memerlukan usaha karena tidak akan terjadi perubahan
jika hanya berbagai rayu tanpa tanpa melakukan sesuatu apapun, Allah SWT
menginginkan sebuah nikmat dibalik usaha yang dilakukan oleh manusia itu
sendiri.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa makna
mufradat dari (QS. Al-Anfal
8 : 35) tersebut ?
2.
Bagaimana penjelasan
tentang keterkaitan dengan ayat lain ?
BAB
II
PENJELASAN
AYAT
A. Teks dan Terjemahan Ayat
y7Ï9ºsŒ cr'Î/
©!$# öNs9
à7tƒ #ZŽÉitóãB
ºpyJ÷èÏoR
$ygyJyè÷Rr&
4’n?tã BQöqs%
4Ó®Lym (#rçŽÉitóãƒ
$tB
öNÍkŦàÿRr'Î/
žcr&ur ©!$#
ìì‹ÏJy™
ÒOŠÎ=tæ
“(siksaan) yang
demikian itu adalah Karena Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah
sesuatu nikmat yang Telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu
mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan Sesungguhnya Allah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui”
B. Makna Mufradat
Ø
Kata (ذلِكَ) yang demikian itu disiksa-Nya orang-orang kafir.
Ø
Kata (لم يك) lam
yaku/tidak akan pada mulanya berbunyi (لم يكن)
lam yakun. Pengaruh huruf nun itu untuk mempersingkat, sekaligus
mengisyaratkan bahwa peringatan dan nasehat yang dikandung ayat ini hendaknya
segera disambut dan jangan diulur-ulur karena mengulur dan memperpanjang hanya
mempercepat siksa. Demikian yang kesan yang diperoleh al-Biqa’i.[2]
Ø
Kata (نعمة) ni’mat dalah bentuk dari
kata kerja (نعمه) na’imah, (ينعم) yan’imu, (نعمة ومنعم) ni’matan wa man’ aman.
Menurut Ibnu Faris, kata na’ima berakar pada huruf-huruf (نون) nun, (عين)
ain, dan (ميم) mim. Yang mengandung makna pokok “kelapangan”
dan “kehidupan yang baik”. Kata ini juga bermakna segala sesuatu yang deberikan
seperti rezqi, harta atau lainnya”. Al-Asfahani menulis bahwa pengertian asal
dari kata ni’mat adalah ‘kelebihan’ atau pertambahan, seperti ketika
Anda yang tadinya tidak memiliki sesuatu kemudian memperoleh sesuatu itu.
Inilah yang dimaksud dengan ‘penambahan’ atau ‘kelebihan’ jika dilahat dari
Anda sebelumnya. Ini pula yang dinamai oleh bangsa agama sebagai ni’mat.
Ø
Penggunaan kata (قوم)
qaum/kaum juga menunjukkan bahwa hukum kemasyarakatan ini tidak hanya tidak hanya berlaku bagi kaum
muslimin atau satu suku, ras, dan penganut agama tertentu, tetapi ia berlaku
umum, kapan, dan di mana pun itu berada.[3]
Ø
Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia memiliki sisi
dalam yang dinamai (نفس)
nafs/diri bentuk jamaknya (أنفس) anfus dan juga manusia
mempunyai sisi luar yang dinamainya antara lain () jism/badan
yang dijamak () ajsam. Sisi dalam tidak selalu sama dengan sisi luar.[4]
Ø Kata (وَاَنَّ
اللّهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ) dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. [5]
C.
Munasabah
Ayat
1. Dalam (QS. Ar-Ra’ad : 11) menjelaskan
keterkaitan ayat di atas tentang kata (لم يك)
tidak akan.
¼çms9 ×M»t7Ée)yèãB .`ÏiB Èû÷üt/ Ïm÷ƒy‰tƒ ô`ÏBur ¾ÏmÏÿù=yz ¼çmtRqÝàxÿøts† ô`ÏB ÌøBr& «!$# 3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sŒÎ)ur yŠ#u‘r& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß™ Ÿxsù ¨ŠttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `Ïi`B ¾ÏmÏRrߊ `ÏB @A#ur
“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya.
Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan
sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada
yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia.
(QS.
Ar~Ra’ad:11)
Ayat ini serupa dengan firman-Nya: “sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah apa yang terdapat pada suatu kaum/masyarakat sampai mereka
mengubah apa yang terdapat dalam diri
mereka.”(QS. Ar-Ra’d (13) : 11)
Kedua ayat tersebut, ayat pembahasan ini dan ayat ar-Ra’d itu berbicara
tentang perubahan, tetapi ayat pertama berbicara tentang perubahan nikmat,
sedangkan ayat ar-Ra’d menggunakan kata (م) ma/apa sehingga mencakup
perubahan apa pun, yakni baik dari nikmat/positif menuju nikmat murka
Ilahi/negatif maupun dari negatif ke positif.
Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi menyangkut
kedia ayat di atas berbicara tentang
perubahan sosial yang berbicara tentang hukum-hukum kemasyarakatan, bukan menyangkut
orang per orang atau individu. Ini dipahami dari penggunaan kata kaum/masyarakat
pada kedua ayat tersebut.
Karena itu, dapat ditarik
kesimpulan bahwa perubahan sosial tidak dapat dilakukan oleh seorang manusia
saja. Memang, boleh saja perubahan bermula dari seseorang yang ketika ia
melontarkan dan menyebarluaskan ide~idenya ia baru sendirian, tetapi perubahan
baru terjdi bila ide yang disebarluaskannya menggelinding dalam masyarakat.
Pola pikir dan sikap perorangan itu “menular” kepada masyarakat luas, sedikit
demi sedikit, kemudian “mewabah” kepada masyarakat luas.[6]
2. Dalam (QS. Maryam 19 : 95) dijelaskan keterkaitan tentang ayat di
atas mengenai kata (قوم) kaum.
öNßg=ä.ur Ïm‹Ï?#uä
tPöqtƒ
ÏpyJ»uŠÉ)ø9$#
#·Šösù
“Dan setiap orang dari mereka akan
datang kepada Allah sendiri-sediri pada Hari Kiamat.”
Karena
ayat pembahasan tersebut berbicara tentang kaum, ini berarti bahwa
ketetapan atau sunnahtullah yang dibicarakan ini berkaitan dengan duniawi,
bukan ukhrawi. Hal ini mengantar kita berkata bahwa ada pertanggungjawaban yang
bersifat pribadi, dan ini akan terjadi di akhirat kelak. Berdasrkan dalam (QS.
Maryam : 95).
3. Dalam (QS. al-anfal : 25) juga
menjelaskan kaitan ayat
tersebut mengenai kata (قوم) kaum.
(#qà)¨?$#ur ZpuZ÷FÏù žw ¨ûtù‹ÅÁè? tûïÏ%©!$# (#qßJn=sß öNä3YÏB Zp¢¹!%s{ ( (#þqßJn=÷æ$#ur žcr& ©!$# ߉ƒÏ‰x© É>$s)Ïèø9$#
“hindarilah cobaan yang tidak hanya menimpa secara khusus
orang-orang yang berlaku aniaya di antara kamu, dan ketahuilah bahwa
sesunggunya Allah sangat pedih pembalasan-Nya” (QS. al-anfal : 25)
Ada
juga tanggung jawab sosial yang bersifat kolektif. Sesuai dengan ayat di atas.
Rasul saw. Juga pernah
ditanya: “apakah kita akan binasa, padahal orang-orang saleh/baik ada di tengah-tengah
kita?” beliau menjawab singkat “Ya, kalau kebejatan telah merajalela!”.[7]
4. Dalam (QS. al-Munafiqun : 4) dijelaskan mengeni
kaitan ayat di atas dalam kata (نفس)
nafs/diri.
#sŒÎ)ur
öNßgtF÷ƒr&u‘
y7ç7Éf÷èè?
öNßgãB$|¡ô_r&
(
bÎ)ur
(#qä9qà)tƒ
ôìyJó¡n@
öNÏlÎ;öqs)Ï9
(
öNåk¨Xr(x.
Ò=à±äz
×oy‰¨Z|¡•B
(
tbqç7|¡øts†
¨@ä.
>pysø‹|¹
öNÍköŽn=tã
4
ç/èf
–r߉yèø9$#
÷Lèeö‘x‹÷n$$sù
4
ÞOßgn=tG»s%
ª!$#
(
4’¯Tr&
tbqä3sù÷sãƒ
“Apabila engkau
melihat mereka, tubuh-tubuh mereka mengagumkanmu dan jika
mereka bercakap, engkau mendengarkan percakapan mereka. Mereka seolah-oleh kayu yang tersandar, mereka
mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan
kepada mereka. Mereka itu musuh maka waspadalah terhadap mereka”.
Adapun nafs atau sisi dalam manusia, ia
mengandung dua hal pokok. Kalau kita ibaratkan nafs dengan suatu wadah,
nafs adalah wadah besar yang di dalamnya ada kotak/wadah yang berisi segala
sesuatu yang disadari oleh bawah sadar juga berada di dalam wadah nafs,
tetapi diluar kotak qalbu. Al-Qur’an mengisyaratkan
hakikat di atas dengan firman-Nya:
bÎ)ur öygøgrB ÉAöqs)ø9$$Î/ ¼çm¯RÎ*sù ãNn=÷ètƒ §ŽÅc£9$# ’s"÷zr&ur
“Jika engkau mengeraskan ucapan, maka sesungguhnya Dia (Allah) yang
rahasia dan yang lebih tersembunyi” (QS. Thaha :
7).
Mengeraskan
ucapan adalah salah satu aspek dari sisi luar
manusia. Rahasia adalah sisi dalam manusia yang disadarinya. Adapun yang
lebih tersembunyi adalah hal-hal yang telah dilupakan dan atau tidak
diketahui lagi dan berada dalam bawah sadar manusia. Orang lain dapat
mengetahui yang pertama saja, sedangkan yang bersangkutan dapat mengetahui dan
menyadari yang pertama dan yang kedua, tidak yang ketiga. Hanya Allah yang
mengetahui ketiganya. Dari sini dapat dipahami mengapa yang dituntut untuk
dipertanggungjawabkan adalah isi qalbu bukan isi nafs. Dalam
firman-Nya :
žw ãNä.ä‹Ï{#xsムª!$# Èqøó¯=9$$Î/ þ’Îû öNä3ÏY»yJ÷ƒr& `Å3»s9ur Nä.ä‹Ï{#xsム$oÿÏ3 ôMt6|¡x. öNä3ç/qè=è% 3 ª!$#ur î‘qàÿxî ×LìÎ=ym
“Allah
menuntut tanggung jawab kamu menyangkut apa yang dilakukan oleh qalbu kamu”(QS.
al-Baqarah : 225).
Dalam
firman yang ini :
ö/ä3š/§‘ ÞOn=÷ær& $yJÎ/ ’Îû ö/ä3Å™qàÿçR 4 bÎ) (#qçRqä3s? tûüÅsÎ=»|¹ ¼çm¯RÎ*sù tb%Ÿ2 šúüÎ/º¨rF|Ï9 #Y‘qàÿxî
“Tuhanmu lebih
mengetahui tentang apa yang terdapat dalam nafs (sisi dalam kamu)”
(QS. al-Isra’ : 25).
Jika demikian, tidak keliru jika
dikatakan bahwa apa yang terdapat dalam masyarakat dalah cerminan dari sisi
dalam masyarakat itu sendiri sehingga, jika mereka tidak senang terhadap
sesuatu, mereka memiliki potensi untuk mengubahnya dan perubahan yang terjadi itu
akan lahir sesiai dengan sisi dalam mereka, bukan sisi dalam seorang
atau sekelompok kecil dari mereka.[8]
D.
Kandungan Ayat
Kejadian ini yaitu menyiksa orang-orang Quraisy adalah karena
mereka mengingkari nikmat-nikmat Allah, ketika Allah mengutus seorang rasul
dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan ayat ayatnya, lalu mereka
mendustakan, bahkan mengusirnya dari negerinya, lalu memerangi secara bertubi-tubi.
Allah menyiksa mereka karena dosa-dosanya. Yang demikian
ini membuktikan Sunnatullah yang telah berlaku sejak duhulu. Allah tidak
merubah suatu nukmat yang telah berlaku sejak dahulu. Allah tidak merubah suatu
nikmat yang telah dianugrahkan-Nya kepadase suatu, sehinggah kaum itu mengubah
apa yang ada pada diri merkasendiri. Ayat ini mengandung isyarat, bahwa nikmat-nikmat
pemberian Allah itu yang diberikan kepada umat atau perorangan, selalu
dikaitkan kelangsungannya dengan akhlak dan amal mereka mereka itu sendiri.
Jika akhlak dan prbuatan mereka terpelihara baik, maka nikmat pemberian Allah
itupun tetap berada pada bersama mereka dan tidak akan dicabut. Akan tetapi
manakala mereka sudah merubah nikmat-nikmat itu yang berbentuk akidah, akhlak
dan perbuatan baik, maka Allah ta’ala akan meroboh keadaan mereka dan akan
dicabut nikmat pemberian-Nya dari mereka sehingga yang kaya jadi miskin yang
mulia jadi hina dan yang kuat jadi lemah. Dan bukanlah sekali-kali kebahagiaan
umat itu dikaitkan dengan kekayaan atau jumlah bilangan yang banyak seperti
disangka oleh sebagian besar kaum musyrikin yang diceritakan oleh Allah dengan
mengubah. [9]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kandungan ayat di atas dapat disimpulakan bahwa,
sedangkan masih di dunia tidak ada kekuatan kita buat menangkis kekuatan Tuhan,
apalagi jika datang azab-Nya di akhirat, ke mana kita akan menyembunyikan diri
? maka ada usaha dalam kehidupan ini. Sebab yang akan kita dapati di akahirat
kelak, entah ganjaran mulia di syurga, entah bakaran api di jahannam, semuanya
bergantung kepada jalan yang kita pilih sekarang.
“Yang demikian itu, (ialah) karena Allah tidak akan
merubah suatu nikmat yang telah dinikmatiNya kepada suatu kaum, sehingga mereka
berubah apa yang ada pada diti mereka masing-masing.”
Artinya di dalam ayat ini iyalah bahwa kaum Quraisy telah mendapat nikmat
yang demikian besatnya dari pada Tuhan.
Sejak zaman nenek-moyang mereka Nabi Ibrahim, negara Makkah telah menjadi pusat
peribadatan seluruh kabila-kabilah Arab. Meskipun tanah mereka tandus dan kering,
namun mereka tidak pernah kekurangan makan, sebab bertimbun-timbun makanan yang dibawa orang ke
sana dari daerah luar.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini semoga kita semua dapat memahami betul akan makna ayat (Q.s Al-Anfal ayat 53). Kami berharap, apa
yang manjadi pejelasan dalam makalah ini kemudian menjadi tambahan ilmu bagi
pembaca agar kita semakin termotivasi
untuk dapat mengkaji makna ayat lain dalam AL-Qur’an .
Kami menyadari makalah ini adalah sebuah
karya yang masih mempunyai banyak kekurangan, dan masih perlu banyak perbaikan,
oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran yang membangun dari pihak
pembaca sebagai bentuk dukungan untuk perbaikan di lain kesempatan. Terima
kasih yang sebanyak-banyaknya terhadap perhatian dan permohonan maaf atas
segala kekurangan yang disengaja ataupun tidak disengaja. Semoga makalah ini
dapat memicu kita semua untuk dapat menjadi pengkaji tafsir di hari depan .
DAFTAR PUSTAKA
v
Al-Mahalli,
Imam jalaluddin dan As-Suyuti, Imam Jalaluddin. 2010. Tafsir
Jalalain(Jilid2). Bandung: Sinar Baru Algensindo.
v
Shihab, M. Quraish. 2009. Tafsir
Al-Mishbah (Jilid1),
Jakarta pusat: Lentera Hati.
v
Universitas Islam Indonesia. Al Qur’an dan Tafsirnya,Yogyakarta,
PT. Dana Bhati Wakaf.
[1]
Al-Mahalli,
Imam jalaluddin dan As-Suyuti, Imam Jalaluddin, Tafsir Jalalain (Bandung
: Sinar Baru Algensindo,2010), hlm
[3] Ibid.,
571
[4] Ibid.,
572
[6] Shihab,
M. Quraish, op.cit. hlm. 570
[7]Shihab,
M. Quraish, op.cit. hlm. 571
[8] Shihab,
M. Quraish, op.cit. hlm. 572
[9]
Universitas Islam Indonesia, Al Qur’an dan Tafsirnya,(Yogyakarta, PT. Dana
Bhati Wakaf),hlm. 19.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar