BAB II
PEMBAHASAN
AYAT
A. Teks
dan Terjemahan
uqèd “Ï%©!$# šYn=y{ Nä3s9 $¨B ’Îû ÇÚö‘F{$# $YèŠÏJy_ §NèO #“uqtGó™$# ’n<Î) Ïä!$yJ¡¡9$# £`ßg1§q|¡sù yìö7y™ ;Nºuq»yJy™ 4 uqèdur Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÒÈ
“Dialah yang menciptakan untukmu segala yang ada di muka bumi; kemudian
ia menciptakan langit dan disempurnakan-Nya menjadi tujuh dan Dia atas atas
segala sesuatu Maha Mengetahui”
B. Makna Mufradat
“uqtGó™$# maksudnya adalah bermaksud menciptakan
langit. istawa yakni i'tadala ;lurus dan lelaki yang telah mencapai kematangan
atau 40 tahun, dan istawa ila as sama yakni bermakna shoida; naik,-amida;
menuju,-qosoda; bermaksud atau bermakna aqbala: menghadap atau bermakna
istaula; menguasai
£`ßg1§q|¡sù maksudnya adalah dia menciptakan langit
tujuh lapis.
;Nºuq»yJy™ ìö7y™ "Sab'a
Samawat" berarti bahwa Allah membentangkan langit yang berlapis
tujuh. Ketujuh langit itu diciptakan berdasarkan pengelolaan dan pengaturan
yang sangat cermat, yang Dia ciptakan untuk kepentingan manusia. Tujuh langit,
yang berdasarkan ayat-ayat lain, langit yang dapat disaksikan oleh mata
manusia ini disebut sebagai Sama' udunya, artinya langit yang
terendah
C.
Munasabah Ayat
Munasabah Q.S Al-Baqarah ayat 29 dengan ayat sebelumnya yaitu
ayat 28 adalah ini ia mengimbau makhluk-Nya agar meninjau perasaan mereka
sendiri yang subjektif. Ia telah menciptakan kita menjadi ada. Rahasia hidup
dan mati ada ditangan-Nya. Kita dari Dia, dan kepada-Nya kita kembali. Lihatlah
ke sekitar kita dan kita akan mengerti martabat kita sendiri: itu dari Dia.
Kedalam dan keluasan ruang angkasa diatas dan disekeliling kita yang tak
terduga, akan sangat membingungkan kita. Itu adalah sebagian dari rencana-Nya
yang begitu teratur dan sempurna, karena ilmun-Nya (tidak seperti ilmu kita)
Maha luas.[1]
Sedangkan munasabah surah Al-Baqarah ayat 30 bahwa alam seah mesta yang
diciptakan semata-mata diperuntukkan untuk manusia dan Allah SWT hendak
menjadikan manusia itu untuk menjadi khalifah di bumi untuk menjaga dan
memelihara apa yang ada di bumi. Namun malaikat berkata mengapa engkau
menciptakan khalifah yang hanya akan membuat kerusakan sedangkan kami selalu
memuji dan bertasbih kepada mu, namun Allah SWT mengatakan sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang engkau ketahui, jadi pernyataan tersebut bisa kita
simpulkan bahwa alam semesta memang diciptkan untuk manusia karena manusia
memiliki potensi untuk menerima amanah itu karena manusia memiliki akal, dengan
akal itu manusia dapat mengelolah dan menjaga alam semesta ini.
D.
Kandungan Ayat
Dalam tafsir Ibnu Khatsir Allah
memulai dengan menciptakan bumi, baru kemudian menciptakan langit tujuh lapis.
( Hal ini berdasarkan pendapat bahwa huruf ‘athaf
(NèO) meng’athafkan fi’il kepada fi’il, yaitu meng’athafkan istawaa kepada khalaqa).
Begitulah awal mula mendirikan bangunan. Dimulailah dari membangun dasar
(pondasi)nya baru kemudian bagian atasnya.
Para
ahli tafsir telah menjelaskan dengan gambling tentang masalah ini sebagaimana
akan kami sebutkan, insya Allah. Adapun
firman Allah Ta’ala: ÷LäêRr&uä ‘‰x©r&
$¸)ù=yz ÏQr& âä!$uK¡¡9$# 4 $yg8oYt/ ÇËÐÈ yìsùu‘ $ygs3ôJy™ $yg1§q|¡sù ÇËÑÈ |·sÜøîr&ur $ygn=ø‹s9 ylt÷zr&ur $yg9ptéÏ ÇËÒÈ uÚö‘F{$#ur y‰÷èt/ y7Ï9ºsŒ !$yg8ymyŠ ÇÌÉÈ ylt÷zr& $pk÷]ÏB $yduä!$tB $yg8tãötBur ÇÌÊÈ tA$t7Ågø:$#ur $yg9y™ö‘r&
ÇÌËÈ $Yè»tGtB ö/ä3©9 ö/ä3ÏJ»yè÷RL{ur ÇÌÌÈ
27. (Wahai golongan Yang
ingkarkan kebangkitan hidup semula!) Kamukah Yang sukar diciptakan atau langit?
Tuhan telah membinanya (dengan Kukuh)!
28. ia telah meninggikan bangunan langit itu lalu
menyempurnaKannya,
29. dan ia menjadikan malamnya gelap-gelita, serta
menjadikan siangnya terang-benderang. sesudah itu
30. dan bumi dihamparkannya (untuk kemudahan
penduduknya), -
31. ia mengeluarkan dari bumi itu: airnya dan
tumbuh-tumbuhannya;
32. dan gunung-ganang pula dikukuhkan letaknya (di
bumi, sebagai pancang pasak Yang menetapnya);
33.
(semuanya itu) untuk kegunaan kamu dan binatang-binatang ternak kamu.
Pendapat
lain mengatakan bahwa kata (summa) disini (dalam kalimat (summatawa’
ilassamaai) fungsinya adalah ‘athaf khabar kepada ipkhabar (artinya, pengabaran
penciptaan bumi di dahulukan daripada pengabaran penciptaan langit. Adapun
penciptaannya sendiri, mungkin langit terlebih dahulu atau bumi), bukan ‘athaf
fi’il kepada fi’il. Demikian yang diriwayatkan oleh ‘Ali bin Abi Thalhah dari Abdullah
bin ‘Abbas.
“Dia’lah Allah, yang menjadikan segala yang
ada di bumi untuk kamu.”
Mujahid
mengatakan: “Allah menciptakan bumi sebelum langit. Dan setelah menciptkan
bumi, membumbunglah asap darinya (bumi), dan itulah makna firman Allah: “Kemudian Dia bermaksud (menciptakan) langit
dan langit itu masih merupakan asap.” (Q.S Fushshilat: 11)
“Lalu dijadikan-Nya tujuh langit,” Mujahid
berkata: “Sebagian langit berada di atas sebagian lainnya. Dan sebagian bumi
berada dibawah sebagian lainnya.”
Ayat ini menunjukkan bahwa bumi
diciptakan sebelum langit, sebagiamana firman Allah dalam surat Fushshilat
diatas. Dengan demikian ayat-ayat ini merupakan dalil bahwa bumi diciptakan
lebih dulu daripada langit. Dalam Shahiih al-Bukhari disebutkan bahwa ‘Abdullah
bin ‘Abbas ditanya tentang masalah ini. Beliau menjawab bahwa bumi diciptakan
sebelum langit. Namun bumi baru dihamparkan setelah langit diciptakan.[2]
Demikian
pula jawaban beberapa orang ulama tafsir terdahulu maupun sekarang. Kami
telah menjelaskannya lebih terperinci dalam tafsir surat an-Naazi’aat.
Kesimpulannya, penghamparan bumi ini telah ditafsirkan dengan firman Allah:
uÚö‘F{$#ur y‰÷èt/ y7Ï9ºsŒ !$yg8ymyŠ ÇÌÉÈ ylt÷zr& $pk÷]ÏB $yduä!$tB $yg8tãötBur ÇÌÊÈ tA$t7Ågø:$#ur $yg9y™ö‘r& ÇÌËÈ
“Dan bumi setelah itu dihamparkan-Nya, ia
memancarkan darinya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan
gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh.” (Q.S An-Naazi’aat:30-32)
Penghamparan dalam ayat ini
ditafsirkan dengan dikeluarkannya apa-apa yang sebelumnya disimpan dari bentuk
potensi kepada pemanfaatannya. Setelah disempurnakannya bentuk makhluk di bumi
kemudian dilangit, barulah bumi dihamparkan. Lalu dikeluarkanlah apa-apa yang
sebelumnya tersimpan di dalamnya, berupa air. Lalu tumbuhlah tanam-tanaman
dengan berbagai macam jenisnya, sifatnya, warna dan bentuknya.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Makna
dari QS.AL-BAQARAH : 29
Menurut tafsir Zhilalil Qur’an:
Bahwa banyak ahli ilmu kalam di sini yang membicarakan penciptaan bumi dan
langit, yang membahas keadaan sebelum dan sesudahnya. Mereka membicarakan istiwa’( pada lafal istawaa) dan taswiyah (pada lafal sawwaa), dan mereka lupa bahwa qablu ‘sebelum’ dan ba’du ‘sesudah’
adalah dua istilah bahasa yang mendekatkan gambaran yang tak terbatas kepada
persepsi manusia yang yang terbatas dan tidak lebih dari itu.
Dan, tidaklah terjadi perdebatan ilmu
kalam di antara para ulama muslimin seputar ungkapan-ungkapan Al-Qur’an ini
melainkan sebagai bencana yang ditimbulkan oleh filsafat Yunani dan pembahasan
Teologis di kalangan kaum Yahudi dan Nasrani, ketika telah bercampur aduk
dengan pemikiran Arabiyah yang murni dan pemikiran islam yang jernih. Dan, kita
sekarang tidak perlu terlibat di dalam bencana ini, karena akan dapat merusak
keindahan akidah dan keindahan Al-Qur’an dengan persoalan-persoalan ilmu kalam.
Karena itu, hendaklah kita ringkaskan
saja apa yang ada di balik ungkapan-ungkapan ini, yang berupa hakikat yang
mengesankan tentang penciptaan segala sesuatu di bumi untuk seluruh manusia,
serta petunjuk hakikat ini atas tujuan diwujudkannya manusia, peranannya yang
besar di dunia, nilainya di dalam timbangan Allahm dan apa yang ada dibalik semua
ini yang berupa pengakuan tentang nilai manusia menurut persepsiIslam, dan di
bawah tatanan ,asyaraat Islam.
“Dialah yang menjadikan segala yang ada di
bumi untut kamu…”
Perkataan “untuk kamu” memiliki
makna yang dalam dan memiliki kesan yang dalam pula. Ini merupakan kata pasti
yang menetapkan bahwa Allah menciptakan manusia ini untuk urusan yang besar.
Diciptakannya mereka untuk menjadi khalifah di bumi, menguasainya dan
mengelolahnya. Mereka adalah makhluk tertinggi di dalam kerjaan yang terhampara
luas ini, dan merekalah majikan pertama dengan warisan yang banyak ini,
pernannya didalam berinofasi dan mengembangkannya merupakan peranan utama.
Mereka adalah sayyid (tuan, majiakan) bagi bumi serta majikan bagi alat dan
sarana. Mereka bukan alat bagi alat itu sebagaimana yang terjadi dalam dunia
materialis sekarang. Dan, mereka tidak mengikuti perkembangan yang ditimbulkan
oleh alat-alat itu dalam hubungan antara manusia dan peraturan yang dibuatnya,
unkuk sebagaimana anggapan para pendukung materialisme yang buta hati itu, yang
melemahkan peranan dan kedudukan manusia, yang menjadikan manusia harus
mengikuti alat yang keras itu, padahal mereka adalah sayyid (tuan, majikan)
yang mulia.
Setiap nilai material (benda) tidak
boleh mengalahkan nilai manusia, tidak boleh merendahkannya, tidak boleh
mengecilkannya dan tidak boleh mengunggulinya. Dan, segala sesuatu yang
bertujuan mengecilkan nilai manusia, bagaiamana pun wujud kelebihan materi itu,
adalah tujuan yang bertentangan dengan diadakannya manusia itu sendiri. Maka,
kemualiaan manusia itulah yang pertama, ketinggian manusia itulah yang pertama
baru sesudah itu datanglah nilai-nilai kebendaan yang tunduk mengikutinya.
Nikmat yang diberikan kepada manusia
disini mengingkari kekafiran mereka terhadap nikmat itu bukan semata-mata
pemberian kenikmatan dengan segala sesuatu yang ada dibumi saja. Akan tetapi,
lebih dari itu adalah penguasaan mereka atas segala sesuatu yang ada dibum itu,
dan diberinya mereka nilai yang lebih tinggi dari pada nilai-nilai kebendaan
yang dikandung oleh bumi ini. Itulah nikmat pengangkatanny sebagai khalifah dan
kehormatan yang melebihi nikmat pemilikan dan pemanfaatan yang besar ini.
“Kemudian dia istiwa’ (berkehendak menuju)
kelangit, lalu dia sawwa (menciptakan) tujuh langit.”
Tidak ada lapangan untuk memperdebatkan
makna istiwa’ karena ia hanya lambing kekuasaan dan kehendak untuk menciptakan
serta membuat. Demikian pula tidak ada lapangan untuk meperbedakan makna langit
tujuh yang dimaksudkan disini, tidak perlu meperbedakan batas-batas bentuk dan
jangkauannya. Kita cukupkan dengan tujuan umum nash ini, dan pengingkaranya
terhadap ke khalifah manusia kepada sangan Maha Pencipta, yang Maha Memelihara
yang berkuasa atas alam ini, yang telah menundukkan bumi dengan segala isinya,
dan mengatur langit dengan segala sesuatu untuk menjadikan kehidupan di bumi dapat berjalan dengan menyenangkan.
“Dan, Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu.”
Karena Dia
pencipta segala sesuatu, yang mengatur segala sesuatu. Dan, jangkauan
penghubungnya yang menyeluruh ini sama dengan jangkauan-Nya yang mengaturnya.
Hal ini mendorong keimanan Tuhan Yang Maha Pencipta lagi Maha Esa, memoifasi
beribadah kepada sang Maha Pengatur Yang Esa dan beribadah kepada Yang Maha
Meberi rezeki dan Maha Memberi nikmat saja merupakan peng-akuan yang indah
terhadap-Nya.
B.
Pelestarian
Alam Menurut Islam
Allah Swt
menyatakan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30 bahwa
manusia diciptakan untuk menjadi khalifah. Sebagai khalifah, manusia
memiliki tugas dan tanggung jawab untuk ikut merawat, memelihara dan
melestarikan berbagai fasilitas alam yang telah disediakan oleh Allah Swt untuk
manusia. Pendidikan lingkungan telah diajarkan
oleh Rasulullah saw kepada para sahabatnya. Allah Swt berfirman tentang dimensi
alam semesta dalam Qs. Al-Hadid: 4, “Dialah yang menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam diatas ‘Arsy. Dia mengetahui apa
yang masuk kedalam bumi dan apa yang keluar daripadanya, dan apa yang turun
dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu
berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
Dalam ayat ini Allah memaparkan
bahwa secara makro alam semesta berpusat pada dua tempat, yaitu langit dan
bumi. Hanya saja dalam wacana alam, situasi di bumi menjadi obyek dominan. Oleh
karena itu, Ayat Al-Quran dalam bagian lain mengilustrasikan kondisi bumi dan
segala isinya dengan corak dan keberagaman yang ada.
Allah menggariskan takdirNya
atas bumi dengan fasilitas terbaik bagi semua penghuni bumi. DiciptakanNya laut
yang sangat luas dengan segala kekayaan di dalamnya. Air hujan menghidupkan
bumi setelah masa keringnya. Belum cukup dengan semua itu, Allah memperindah
kehidupan di muka bumi dengan menciptakan hewan, tumbuhan, angin, dan awan di
angkasa, sebagai teman hidup manusia.
Setelah selesai dengan segala
penciptaanNya, Allah memberikan sebuah titipan amanat kepada manusia dalam Qs.
Al-A’raf: 56, “Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi ini
setelah Allah memperbaikinya”.
Manusia diminta untuk menjaga
agar apa yang menjadi kekayaan alam tersebut tetap lestari dan terus dapat
dinikmati oleh manusia. Caranya dengan memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang
diperlukan alam serta menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat merusak alam
semesta ini.
Adapun, kami telah merampung
beberapa hal yang perlu kita lakukan untuk melestarikan alam menurut perspektif
Islam :
1. Tidak
mengganggu kehidupan liar tanpa alasan yang benar
Kita sebagai seorang
muslim, seharusnya selalu menjaga keamanan dan kedamaian di bumi. Baik itu
untuk sesame manusia, maupun kepada makhluk-makhluk Allah lainnya seperti hewan
dan tumbuhan. Kita tidak boleh mengganggu kehidupan liar yang ada di alam ini
tanpa alasan yang benar dikarenakan sudah pasti akan menimbulkan masalah pada
akhirnya bagi kelangsungan hidup manusia.
2. Islam
mengajarkan pemeluknya untuk memperlakukan alam dengan ramah
Dari Jabir ra
bahwa Nabi saw bersabda, “Siapa yang mengolah tanah mati, dia mendapatkan
pahala. Apapun yang dimakan oleh makhluk hidup dari hasil olahannya bernilai
sedekah bagi dia.”(Shahih Ibnu Hibban).
Betapa sungguh
Islam mengajarkan pemeluknya untuk selalu bersikap ramah untuk memperlakukan
apa saja yang ada di Alam ini. Apabila kita menerapkan hal ini dalam kehidupan
kita, maka Allah akan membalas kebaikan kita dengan sesuatu yang lebih di
akhirat kelak.
3. Memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan alam serta menjauhkan diri dari hal-hal
yang dapat merusak alam semesta ini.
4. Tidak
melakukan explorasi alam secara berlebihan.
Allah
memperbolehkan manusia untuk memanfaatkan segala apa yang ada di bumi untuk
memenuhi segala kebutuhan manusia tentunya. Namun yang perlu di garis bawahi
disini adalah pemanfaatan yang terkontrol, jangan sampai kita termasuk
orang-orang yang lalai dan rakus terhadap sesuatu misal dalam memanfaatkan alam
yang secara berlebihan dengan tidak memperhatikan situasi dan kondisi alam.
5. Nabi
Muhammad saw menganjurkan umatnya untuk mengolah tanah, tidak membiarkannya
gersang.
Islam juga
mengatur masalah pemanfaatan lahan yang dimana bagi setiap pemilik lahan
pastinya harus menerapkan hal ini, yaitu tidak mengelantarkan lahan. Seharusnya
bila seorang pemilik lahan yang mempunyai lahan yang terbengkalai mungkin
dikarenakan tidak adanya kesempatan dalam memanfaatkannya atau si pemilik lahan
belum mengetahui pasti hukum mengelantarkan lahan, maka perlu untuk mengetahui
bahwa bila mengelantarkan lahan adalah
berdosa karena sama saja dia telah melakukan sebuah kerusakan dengan tidak
memanfaatkannya secara maksimal.
6. Tidak membuang sampah pada sembarang
tempat.
Dalam
sabda Rasulullah SAW: ”Kebersihan
Sebagian Dari Iman”, ini adalah penegasan dalam al-Hadist. Maka dari itulah
seorang muslim diwajibkan untuk selalu menjaga kebersihan lahir ataupun batin.
Tentunya bila kita membuang sampah pada sembarang tempat maka dampaknya pasti
akan merusak alam atau linkungan yang ujung-ujungnya juga menjadi dampak buruk
bagi manusia. Seperti bila selalu membuang sampah di sungai, maka akan terjadi
pencemaran air dan bisa juga terjadi banjir bandang. Oleh karena itu, kita
sebagai khalifah di bumi harus bisa selalu menjaga kebersihan untuk memenuhi
amanat yang diberikan Allah kepada manusia untuk menjaga alam semesta ini.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas yang berjudul Ayat-ayat
tentang Penciptaan Alam dalam surah Al-Baqarah ayat 28 sampai 29, kita dapat
menyimpulkan bahwa :
1. Manusia
lebih mulia dibanding seluruh yang ada di bumi dan langit, bahkan ia merupakan
tujuan penciptaan semua itu.
2. Alam
semesta ini tidaklah tercipta dengan sendirinya, namun ada yang menciptakan
yaitu Allah SWT.
3. Alam
semesta ini berpusat pada dua tempat, yaitu langit dan bumi.
4. Segala
apa yang diciptakan oleh Allah Swt baik itu yang meliputi sesuatu yang ada di
bumi, mulai dari timur ke barat, selatan keutara, darat dan laut bumi dan
langit pasti memiliki maksud dan manfaat bagi manusia.
B.
Saran
Allah
Menjadikan manusia sebagai khalifah di dunia yang merupakan sebuah amanah yang
sangat besar, oleh karena itu diharapkan kita sebagai manusia yang memiliki
akal fikiran untuk dapat menjalankan amanah ini yaitu dengan menjaga dan
mengelolah alam semesta dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Mubarakfuri,
Syaikh Shafiyyurrahman. Al Mishbaahul
Muniir Fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsir jilid 15. Jakarta: Pustaka.
Shihab, M. Quraish.
2000. Al Misbah: pesan, kesan dan
keserasian Al-Quran. Jakarta. Lentera Hati.
Quthb,
Sayyid. 2000. Tafsir Fi Zhilali Quran
jilid 1. Jakarta: Darusy-Syuruq, Beruit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar